Pengantar Saja

Kalau kamu tidak lebih baik daripada saya lebih baik kamu tidak usah lahir, dan saya tidak usah mati!....read more

Mengapa harus menulis?

apakah ketika kita menulis harus memiliki sebuah literature. Ide itu seringkali muncul, namun tidak dapat menuliskannya dan berhenti hanya di satu paragraf.....read more

Negara yang Beragama atau Manusia yang Beragama?

Ada Suatu kaum yang hidup tenang, tentram dan harmonis di antara warganya. Pola hidup mereka sangat sederhana atau bisa dikatakan masih primitif, tapi itu tidak penting....read more

Mereka tak Merasakan Bahagia?

apakah benar burung di langit yang bebas terbang kemana pun juga dapat merasakan bahagia?read more


.:: SELAMAT DATANG DI BLOG GENCAR ::.

Ritual Menulis

Sabtu, 31 Agustus 2013
“. . . dan apakah ketika kita menulis harus memiliki sebuah literature. Ide itu seringkali muncul, namun tidak dapat menuliskannya dan berhenti hanya di satu paragraf. Saya ingin menulis, bahkan sangat ingin tapi harus memulai darimana, haruskah memulainya dari membaca sebuah buku sampai tuntas. Berapa literatur yang setidaknya saya baca . . ."
Kalimat diatas adalah suara seseorang yang memiliki keinginan untuk dapat menuliskan setiap ide yang dapat ribuan kali muncul setiap harinya, namun demikian selalu saja hilang sejalan dengan waktu memikirkan bagaimana memulai untuk menuliskan ide itu pada secarik kertas ataupun pada tut keyboard.......
Demikian memang pikiran kita lebih nakal dengan muncul banyaknya ide yang tidak dapat dikejar oleh bagian dari diri kita yang lain atau memang keengganan untuk mengejar ide adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin. Menulis mendapat porsi yang lebih sulit dimata kebanyakan manusia dibandingkan dengan berbicara, sehingga akan lebih mudah menyampaikan sebuah ide dibanding dengan menuliskannya.

Menulis memiliki sebuah keistimewaan tersendiri dalam peradaban manusia. Dalam ilmu sejarah peradaban manusia yang tidak memiliki budaya menulis dinamakan jaman pra-sejarah. Demikianlah sejarah diasumsikan sebagai sebuah peradaban menulis manusia, baik itu berupa symbol-simbol seperti pada peradaban mesir kuno. Jelas kemudian kajian sejarah selama ini secara umum menempatkan pada sebuah perjalanan manusia dengan peradaban menulisnya. Sedangkan peninggalan pra-sejarah boleh di dapat di arkeologi, tanpa bermaksud memisahkan diantara keduanya sebagai sebuah keilmuan dan kajiannya saling menguatkan.

Dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, kesadaran kemerdekaan dibangun beriring dengan munculnya beberapa media menulis yang dapat dibaca oleh public. Balai pustaka misalnya, menjadi media bagi para “founding father” dan penulis sebelumnya untuk menyampaikan ide kebangsaan atau selainnya. Sampai saat ini beragam media cetak hadir menjadi ruang menulis dengan beragam karakteristiknya. Media massa telah mengambil perannya dalam menyampaikan ide-ide tulisan yang pastinya disesuaikan dengan karakteristik media. Demikian sampai pada akhirnya sebuah tulisan memiliki nilai ekonomi jika dapat diterbitkan (sudah banyak contoh).

Menulis itu susah

Bukan sesuatu yang salah, jika menulis itu dikatakan susah oleh kebanyakan orang. Bahkan untuk seukuran mahasiswa menuliskan ide dan pemahaman merupakan sesuatu yang dibilang membosankan. Riil dilapangan bagaimana mahasiswa (tingkat S1) sekarang menyelesaikan tugas makalah, paper dan semisalnya, meskipun tidak semuanya demikian tapi kita dapat melihatnya. Karena memang demikian tidak mudah menjadikan sebuah ide yang begitu ringkas menjadi sebuah tulisan yang ber-kalimat-kalimat sampai berlembar-lembar halaman, apalagi untuk ukuran orang yang terbiasa dengan budaya tutur atau menyampaikan segalanya dengan lisan.

“Saya ingin bisa menulis dan jelas telah terdapat ide saat itu, tapi demikian saya bingung harus memulai dari mana”

Kata diatas mungkin sekali muncul, entah apa yang menyebabkan kata itu muncul dan menjadikan demikian susahnya untuk menuliskan sesuatu yang sebenarnya telah ada dalam benaknya. Jika terdapat banyak orang yang berkata demikian, maka jelas terdapat sesuatu yang menyebabkannya. Jika demikian, maka sudahlah sekarang disepakati saja bahwa menulis itu susah dan kita tidak akan menjadi seorang penulis, bukannya sekarang istilah penulis mulai digeser menjadi sebuah profesi dimana seseorang dapat makan dan minum dengan lewat tulisan bahkan mungkin dengan menulis. Tulisan dapat laku dijual dan dijadikan sepiring nasi.

Sejarah dan Tulisan

Sebagaimana telah dikemukakan dimuka, bahwa akhir dari jaman pra-sejarah dimulai sejak mulai dikenal tulisan, meski itu berupa simbol-simbol seperti pada peradaban mesir kuno maupun sebelumnya. Jika demikian sejarah dimulai sejak mengenal tulisan, membingungkan memang, tapi mudahnya pemahaman sejarah itu ya tulisan tanpa bermaksud mempersempit makna sejarah.

Demikian sebagaimana telah dikemukakan dimuka begitu susahnya untuk menulis dengan beragam alasannya tidak perlu dipersalahkan. Dan nyatanya memang menulis itu adalah sesuatu yang susah bukan, bahkan untuk sekedar menulis satu paragraf dan kenapa mesti dipaksakan sampai pada beberapa ribu karakter dan lain-lainnya. Belum lagi ide yang hendak dituliskan terbentur dengan ide lain yang tiba-tiba datang dan hilanglah fokus pada ide yang sebelumnya hendak ditulis. Demikian susahnya menulis sehingga kita tidak jadi menulis.

Demikianlah setiap masa mencoba merampas kemerdekaan, hanya mereka yang tidak terbawa oleh arus yang dapat dikatakan kuat secara mental. Konstruk dan pakem-pakem tulisan membuat kita menjadi takut untuk menulis. Semisal, ketika kita hendak menulis pada sebuah media massa terdapat sebuah pakem “jangan menulis yang demikian, tidak akan dimuat”, “batas jumlah karakter”. Setelah itu ada pertanyaan “memang menulis itu minimal butuh berapa literature?” dan sebagainya. Kenapa mesti kita dibatasi yang demikian, memang kita tidak berhak menulis jika tidak dapat diterbitkan di media massa atau berupa buku dan tidak pantas bergelar penulis jika hanya dapat menuliskan satu kalimat saja dalam sehari.

Tulisn memang telah menumbuh kembangkan peradaban manusia, dimana keilmuan berjalan dengan sangat cepat. Bahkan kitab suci yang kita kenal berwujud tulisan yang diwariskan dari waktu ke waktu. Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, menulis berarti juga menyadarkan dan memprovokasi pembaca untuk dapat berjuang merebut kemerdekaan. Disinilah kemudian terdapat satu simpul yang unik antara sejarah dan menulis dan kami katakan dengan “menuliskan sejarah”. Demikian mereka mampu menggerakkan massa dengan tulisan dan menjadi sejarah.

Demikian kita tidak seperti mereka yang mampu menulis sebuah artikel yang tersusun seperti “Kumpulan Karangan” ataupun “Dibawah Bendera Revolusi”, tapi apakah berarti kita tidak mampu menuliskah sejarah kita. Sekali lagi, kita adalah manusia yang merdeka dan akan kita bawa kemana ide kita, ataukah kita akan menjual ide kita. Jika tidak banyak orang yang membaca tulisan kita, masih mungkin ada orang yang membaca dan berubah karena tulisan kita dan itu kita. Sekarang menulislah untuk dirimu . . .[]

Baca tulisan lainnya di gwMedia

0 comments:

Posting Komentar